Cerita soal petani tidak semuanya mengenaskan.
Ada pula yang menggembirakan, bahkan membanggakan. Tengok saja H Bambang
Sumadji HS, petani dari Desa Pelem, Kecamatan Pare, Kediri Jawa Timur.
Ia dikenal sebagai petani sukses. Bayangkan, sebulan ia bisa meraup omset Rp 50 milyar! Memang hasil itu tidak semuanya diperoleh dari hasil pertanian, melainkan juga dari pabrik dan bank. Namun pertanian, utamanya bawang merah dan cabe, tetap menjadi basis utama usaha pria berumur 49 tahun itu.
Ia dikenal sebagai petani sukses. Bayangkan, sebulan ia bisa meraup omset Rp 50 milyar! Memang hasil itu tidak semuanya diperoleh dari hasil pertanian, melainkan juga dari pabrik dan bank. Namun pertanian, utamanya bawang merah dan cabe, tetap menjadi basis utama usaha pria berumur 49 tahun itu.
Sosoknya sebagai petani yang sukses, sangat
dikenal luas. Cobalah tanya kepada pedagang di pasar Pare, hampir semua
mengenalnya. "Kalau sampean (Anda) ingin informasi lengkap soal bawang
merah dan cabe, tanya saja langsung kepada Pak Haji Bambang, karena dia sudah
dikenal luas sebagai petani yang sukses dan banyak mensuplai pasar lokal maupun
luar daerah," ujar Muhammad Abdullah Zaman (55) maupun Musni (60),
pedagang bawang merah di pasar Pare.
Kisah suksesnya dimulai tahun l977. Saat itu, ia mengambil kredit dari Bank BNI sebesar 1,5 juta. Uang itu digunakan menanam bawang merah di atas lahan sewaan seluas 1 hektar. Hasilnya ternyata sangat baik. Sekali panen 7 ton, dijual dengan harga Rp 150 per kilogram (sekarang Rp 6.000). Dalam satu tahun ia bisa panen tiga kali. Itu artinya ia meraup hasil 3,15 juta rupiah.
Kisah suksesnya dimulai tahun l977. Saat itu, ia mengambil kredit dari Bank BNI sebesar 1,5 juta. Uang itu digunakan menanam bawang merah di atas lahan sewaan seluas 1 hektar. Hasilnya ternyata sangat baik. Sekali panen 7 ton, dijual dengan harga Rp 150 per kilogram (sekarang Rp 6.000). Dalam satu tahun ia bisa panen tiga kali. Itu artinya ia meraup hasil 3,15 juta rupiah.
Dari keuntungan itulah sedikit demi sedikit
saya mengembangkan pertanian brambang (bawang merah)," ujarnya. Ia tidak
hanya memenuhi permintaan pasar lokal, tapi juga memasok ke daerah Indonesia
Timur. Kini protolan tingkat III Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya
ini memiliki lahan 200 hektar, tersebar di Sukomoro Nganjuk dan Sidowarek serta
Plemahan, keduanya di Pare. Tidak cuma bawang merah, Bambang juga menanam cabe
seluas 25 hektar di desa Pelem, Pare. Dari total lahan pertaniannya itu, ia
biasa mengusung 28 ribu ton bawang merah, dua kali panen. Sedang cabe merah,
satu hektar menghasilkan 20 ton. Hasil totalnya mencapai 500 ton per tahun.
Ironisnya, meski hasil panen bawang merahnya
mencapai ribuan ton, sekarang Bambang tak sanggup lagi mensuplai ke kota-kota
Indonesia Timur dan beberapa kota besar di Jawa. Bukan lantaran di kota-kota
itu sedang dilanda kerusuhan, atau hasil panennya menurun drastis, melainkan
untuk kebutuhan sendiri saja, katanya, ia merasa kewalahan. Sejak tahun l991,
Bambang memang tak lagi menjual bawang merah mentah.
Dikemas dengan merek Bagindo, brambang itu digoreng kemudian dilempar ke pasar. "Setiap hari saya membutuhkan pasokan 150 ton brambang mentah," mantan Pengurus Cabang Pelajar Islam Indonesia (PII) Pare itu menjelaskan kebutuhan pabriknya. Melibatkan 150 karyawan dengan gaji rata-rata Rp 500 ribu/bulan kecuali pegawai kantor Rp 750 ribu sampai Rp 1 juta --tiap bulan Bambang menghasilkan 30 ton brambang goreng. Dengan merek yang sama, selain brambang goreng, pria kelahiran Pelem, Pare, Kediri ini juga memproduksi sambal pecel.
Dikemas dengan merek Bagindo, brambang itu digoreng kemudian dilempar ke pasar. "Setiap hari saya membutuhkan pasokan 150 ton brambang mentah," mantan Pengurus Cabang Pelajar Islam Indonesia (PII) Pare itu menjelaskan kebutuhan pabriknya. Melibatkan 150 karyawan dengan gaji rata-rata Rp 500 ribu/bulan kecuali pegawai kantor Rp 750 ribu sampai Rp 1 juta --tiap bulan Bambang menghasilkan 30 ton brambang goreng. Dengan merek yang sama, selain brambang goreng, pria kelahiran Pelem, Pare, Kediri ini juga memproduksi sambal pecel.
Dengan tenaga 50 orang,
ia menghasilkan 30 ton sambal pecel per bulan. Untuk produksi sebanyak itu,
setiap hari diperlukan pasokan 1 ton kacang tanah. Untuk memperlancar
distribusi hasil pertanian dan pabriknya, pria yang ramah ini menyediakan 20
unit armada angkutan jenis L-300.
Sukses di pertanian dan makanan, mantan pengurus
Muhammadiyah Pare ini merambah dunia perbankan. Tahun 1990 ia mendirikan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) 'Agro Cipta Adiguna'. Sama dengan usaha pertanian dan
makanan, BPR-nya juga sukses. Bahkan pernah terpilih sebagai BPR terbaik
tingkat nasional, Desember tahun lalu.
Istiqamah,
Sejak kecil Bambang memang sudah terdidik oleh lingkungan keluarganya yang
memang petani sekaligus pedagang hasil-hasil pertanian. Ia juga mengaku dapat
"ongkos jalan" dari orang tua. "Tapi kecil-kecilan lho,
mas", katanya. Ia tidak mau menyebut berapa angka yang dimaksud
kecil-kecilan itu. Tapi yang lebih bernilai, menurutnya, secara langsung orang
tuanya sering melibatkan dirinya dalam kegiatan jual beli hasil pertanian. Bila
ada diskusi-diskusi usaha maupun transaksi, ia kerap dilibatkan. Dari situlah
feeling bisnisnya diasah. Kiat menangkap peluang dan kesempatan diperolehnya
dari situ.
Tapi seperti kata dia, dari semua terori-teori
praktis yang diajarkan kedua orang tuanya, yang paling memberi arti bagi karir
bisnisnya adalah amanah atau dapat dipercaya. "Amanah jauh lebih penting
dari modal itu sendiri." katanya. "Modal besar tanpa diiringi amanah
bisa jeblok (bangkrut)," tambah ayah empat anak, masing-masing Anton
Kusuma Pribadi (23), mahasiswa semester akhir STIE YKPN Jakarta, Diah Ratna
Kusumawati, mahasiswa semester I STEI Yogyakarta, Diah Ratih Kusumawati (14),
pelajar SMU Muhammadiyah II Yogyakarta dan Yudha Arief Kusuma Pribadi (11),
pelajar SD kelas VI SDN I Pare.
Menekuni usaha pertanian, menurut putra kedua
dari lima bersaudara ini, resepnya sama saja dengan usaha lain. "Yang
penting istiqamah," katanya. Soal jatuh bangun, itu hal biasa dalam usaha.
Seiring perjalanan waktu, bila istiqamah, seseorang bakal menemukan 'jalannya'.
Bambang sendiri pernah nyaris bangkrut. Kejadiannya tahun l994, ia gagal panen
karena faktor alam. Kerugian yang ditanggung mencapai Rp 1 miliar lebih.
"Saat itu saya benar-benar minus. Bila dihitung antara hutang dan jumlah
aset, lebih banyak hutangnya," aku pria yang juga memimpin sejumlah
yayasan, seperti Yayasan 4 Mei Pare, Apindo (Assosiasi Pengusaha Indonesia),
dan Persatuan Penggilingan Padi Kabupaten Kediri.
Sejak peristiwa itu ia seakan disentakan pada
sebuah kenyataan, sepintar-pintar manusia merencanakan, tetap Allahlah yang
menentukan. "Di situlah pentingnya kedekatan kepada Allah," katanya
mengambil pelajaran, "Saya perlu memperbaiki pengabdian saya." 'Cubitan'
Tuhan itu kian menyadarkan Bambang Sumadji untuk berkiprah lebih banyak dalam
kegiatan sosial dan keumatan. Setiap tahun Bambang mengeluarkan 15% zakat
usahanya dari laba bersih sebesar 500 - 700 juta rupiah. Dana zakat tersebut
disalurkan kepada para bekerja pabrik, lembaga-lembaga sosial, serta buruh tani
di lingkungan perusahaan.
Sebagai koordinator Kopermas (Koperasi Peran
Serta Masyarakat) se-eks karesidenan Kediri dan Madiun, saya punya tanggung
jawab memberdayakan ekonomi petani," ujar Bambang.
Untuk mewujudkan impian itu, Bambang ditarik oleh
lembaga swadaya masyarakat PPM (Pusat Peran Serta Masyarakat) Jawa Timur.
Lembaga ini berfungsi, di antaranya, sebagai penyalur KUT (Kredit Usaha Tani),
pengadaan pangan, penyediaan saprodi (sarana produksi padi), serta menampung
hasil panen. "Kami sudah mendapat kepercayaan perbankan untuk menyalurkan
KUT," papar ketua Departemen Bisnis ini.
Masa mendatang, ia optimis prospek pertanian
sangat cerah. Kalau selama ini dunia pertanian suram, karena memang sistem
perniagaan pertanian yang dikembangkan Orde Baru menjatuhkan harga.
"Harga-harganya sangat tidak menarik buat petani," tambahnya. Yang
terjadi kemudian, bukan saja pertanian tidak berkembang, tetapi juga banyak
petani yang meninggalkan tanah garapannya. Mereka lebih memilih mengadu nasib
ke kota-kota besar.
Tetapi berkat reformasi, katanya, harga-harga hasil pertanian sekarang mengikuti harga internasional. "Nah, sekarang saatnya kembali ke pertanian," kata Bambang yang tahun ini mendapatkan penghargaan The First Asia Executive of the Year
Tetapi berkat reformasi, katanya, harga-harga hasil pertanian sekarang mengikuti harga internasional. "Nah, sekarang saatnya kembali ke pertanian," kata Bambang yang tahun ini mendapatkan penghargaan The First Asia Executive of the Year
http://kisahsukses818.blogspot.co.id/2013/04/petani-istiqamah-beromset-rp-50-milyar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar